Home » » MENCARI BAROKAH DALAM WAJAH KLASIK (Refleksi Atas Barokah di Pesantren)

MENCARI BAROKAH DALAM WAJAH KLASIK (Refleksi Atas Barokah di Pesantren)

Sudah biasa didengar setiap hari istilah barokah, bahkan sekarang kata-kata barokah sudah bermunculan dimana-mana, dikota-kota besarpun ada namanya barokah yaitu toko, warnet, dan lain sebagainya. Kalau berfikir sejenak apa yang ada pada istilah tersebut? Apakah cuma sekedar nama atau ada makna tersirat pada kata sependek itu?

Kata “barokah” sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat indonesia, apalagi yang pernah hidup dilingkungan pesantren kata itu sudah biasa diperdebatkan bahkan dubuat main-mainan oleh santri zaman sekarang, kayaknya kata barokah sudah tidak mempunyai efek yang kuat bagi santri masa kini. dengan arus globalisasi yang cukup melonjak tinggi. kalau mengamati sejarah masa lalu pada zaman nenek-nenek kita, istilah (berkat: madura) itu memang ada namun tidak bisa digambarkan secara jelas akan tetapi bisa dilihat hasil dari barokah itu sendiri.

Memang barokah tidak bisa paparkan secara gambalang tetapi bisa diuraikan oleh tingkahlaku dan kesuksesan masing-masing individu karena barokah sangat abstrak. Ada istilah orang kuno (senga’ cong toro’ oca’ ka guruna: madura) kata ini sangat ampuh dan dijadikan senjata andalan oleh orang –orang kuno kepada setiap anak-anaknya yang akan hendak menuntut ilmu. Memang zaman sekarang sudah tidak sama dengan dulu. Dulu tidak ada komputer, sekarang ada. Dari perbedaan itu akan membuat esensi barokah akan pudar sedikit demi sedikit. santri zaman sekarang banyak yang tidak mendapatkan barokah, setelah keluar dari pesantren tingkahlakunya amburadur seperti orang tidak nyantri (baca:santri)

Dan santri zaman sekarang sangat kerepotan untuk mendapatkan barokah, karena norma kesantriannya tidak sesuai dengan visi dan misi pesantren. Dalam kutipan hadist berikut “al ilmu bila amalin kashajaru bila samarin”. Nah dari hadist ini kita bisa mengambil pelajaran untuk diterapkan upaya membangun kepribadian santri agar barokah masih tetap tegak mengiringi kehidupan santri setelah keluar dari pesantren.

Saat ini barokah bisa didapat dengan mengaplikasikan kehidupan dalu yang merujuk terhadap isi kitab-kitab klasik seperti kitab ta’limul muta’alim yang isinya memaparkan tentang tingkah laku yang baik, akhlak mulya dll. Dan bisa dibuat acuan untuk memperbaiki tingkah yang tidak sesuai dengan kode etik islam. Kalau isi kitab tersebut sudah diterapkan dipesantren saat ini mungkin esensi barokah akan kembali seperti dulu.

Kalau mendengar pernyataan KH. Yusuf Hasyim pengasuh pondok pesantren tebuireng, menyatakan pesantren sebagai lembaga barokah (DINAMIKA edisi III 2008) pernyataan ini didasarkan pada suatu kecenderungan yang merebak dimasyarakat bahwa santri yang belajar dipesantren semata-semata mengharapkan berokah dari sang kiai atau dari pendiri pesantren itu sendiri.

Sekarang kita sebagai santri mestinya sadar akan kekeliruan tingkah laku yang selama ini sudah terombang ambing oleh rayuan zaman. Toh walau bagaimanapun kita harus menerapkan isi kitab klasik supaya pesantren sebagai lembaga tertua diindonesia tetap tegak dengan goncangan apapun.

Mestinya santri mulai dari sekarang sudah banyak membaca buku-buku terjemahan dari kitab-kitab klasik untuk mempermudah menerapkan suasana dinamis dalam membangun kepribadian seseorang dalam medapatkan barokah. Dan sebagai bahan antisipasi terhadap berkembangnnya globalisasi.
________________________________
*penulis adalah santri PP Annuqayah lubangsa
21 Januari 2010

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © 2012. Umar Faruq Blog - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger | Web Design