BAB I
PENDAHULUAN
Banyak
cara untuk menjadi seorang wira usahawan, antara lain dengan mendirikan
bisnis baru ataupun membeli sistem bisnis yang telah ada dan telah
berjalan. Saat ini banyak orang yang memulai usaha dengan cara membeli
sistem bisnis atau yang dikenal dengan istilah franchise yang dalam
bahasa Indonesia disebut dengan waralaba. Waralaba bearasal dari kata
Wara yang beararti lebih dan Laba yang berarti untung.Secara harafiah
waralaba dapat diartikan bahwa waralaba merupakan usaha yang memberikan
keuntungan lebih.
Seiring
dengan berkembangnya bisnis waralaba, di Indonesia bisnis ini tumbuh
dan berkembang dengan pesat. Mulai era 90-an sampaisaat ini bisnis
waralaba telah mencakup mulai dari produk makanan, minuman, restoran.
Primagama merupakan salah satu contoh bentuk franchise (waralaba)
dibidang jasa bimbingan belajar.
Waralaba
tak ubahnya pola bisnis maupun pola pemasaran yang melibatkan kerja
sama dua belah pihak. Hubungan dua belah pihak tersebut dibangun atas
dasar perjanjian. Dalam franchise, perjanjian kerja sama antara dua
belah pihak ini disebut dengan perjanjian franchise (franchise
agreement). Perjanjian franchise merupakan suatu pedoman hukum yang
menggariskan tanggung jawab dari pemberi waralaba atau yang sering
disebut franchisordan penerima waralaba atau yang sering disebut
franchisee.
Perjanjian
waralaba memuat kumpulan persyaratan dan komitmen yang dibuat dan
dikehendaki oleh para pihak baik pihak Franchisor maupun pihak
franchisee. Perjanjian waralaba ini memuat ketentuan hak dan kewajiban
para pihak, antara lain hak territorial yang dimiliki franchisee,
persyaratan lokasi ,biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem
bisnis tersebut yang wajib dibayarkan oleh pihak franchissee kepada
pihak franchisor, jangka waktu perjanjian waralabadan ketentuan lain
yang mengatur hubungan antara pihak franchisor dan franchisee.
Hal-hal
yang diatur oleh hukum merupakan suatu das sollen yang berarti apa yang
seharusnya,sehingga dalam suatu perjanjian waralaba das sollen ini
berarti apa yang harus ditaati oleh para pihak baik franchisor maupun
franchise,sehingga perjanjian itu dapat berjalan tanpa adanya masalah,
tetapi pada kenyataannya / das sein sering terjadi
penyimpangan-penyimpangan, dan penyimpangan-penyimpangan ini menimbulkan
wanprestasi.
Dalam
perjanjian waralaba wanprestasi dapat dilakukan oleh pihak Franchisee
atau penerima waralaba maupun pihak franchisor atau pemberi waralaba.
Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisor antara lain: tidak
melakukan pembinaan manegement kepada pihak franchisee, sedangkan
wanprestasi dari pihak franchisee dapat berupa tidak membayar fee,
melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
perjanjian waralaba. Semua wanprestasi ini dapat terjadi dalam semua
perjanjian waralaba, termasuk pula dalam waralaba Primagama.
BAB II
PEMBAHASAN
Pembangunan
di bidang perekonomian merupakan salah satu unsur penting bagi suatu
negara. Hal ini dikarenakan keberhasilan dalam membangun ekonomi akan
membawa dampak pembangunan dibidang-bidang lainnya, karena keberhasilan
pembangunan bidang ekonomi akan nampak dalam kesejahteraan
masyarakatnya, dan jika masyarakat sudah sejahtera maka pemerintah akan
lebih mudah untuk membangun bidang-bidang lainnya sperti bidang politik,
hukum, sosial budaya dan Hankam.
Salah
satu cara untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat adalah dengan
melakukan wirausaha, karena dengan wirausaha akan membuat masyarakat
menjadi mandiri dan dengan wirausaha akan membuka peluang untuk dirinya
sendiri dan menarik keuntungan dari peluang yang diciptakan tersebut.
Selain
itu wirausaha dapat berguna untuk menciptakan lapangan kerja bagi orang
lain yang berada disekitar usaha tersebut. Itulah sebabnya pemerintah
sangat menganjurkan bagi masyarakatuntuk melakukan wirausaha.
Banyak
cara untuk menjadi seorang wirausahawan, antara lain dengan mendirikan
bisnis baru ataupun membeli sistem bisnis yang telah ada dan telah
berjalan. Diantara pilihan – pilihan itu ada kelebihan dan
kekurangannya, mendirikan bisnis sendiri memiliki keuntungan bahwa si
pemilik bisnis dapat dengan leluasa untuk melakukan atau membuat aturan
untuk menjalankan bisnisnya sedangkan kekurangan dari mendirikan bisnis
sendiri antar lain bahwa sistem bisnisnya belum teruji dan pasar belum
tentu ada sehingga peluang gagal besar. Membeli sistem bisnis yang telah
ada memiliki keuntungan bahwa pembeli sistem tersebut tidak perlu
memulai dari nol, karena biasanyasistem itu telah teruji dan siap
dijalankan oleh si pembeli sistem bisnis itu, namun dalam membeli sistem
bisnis juga ada kekurangan ataukelemahannya antara lain bahwa si
pembeli sistem tersebut tidak memiliki keleluasaan menjalankan bisnis,
karena telah ada atuaran-aturan yang telah dibuat oleh si pemilik sistem
bisnis tersebut.
Saat
ini banyak orang yang memulai usaha dengan cara membeli sistem bisnis
atau yang dikenal dengan istilah franchise yang dalam bahasa Indonesia
diesbut dengan waralaba. Waralaba bearasal dari kata Wara yang beararti
lebih dan Laba yang berarti untung.Secara harafiah waralaba dapat
diartikan bahwa waralaba merupakan usaha yang memberikan keuntungan
lebih.
Selain itu
menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), yang dimaksud dengan
waralaba adalah Suatu sistem pendistribusian barangatau jasakepada
pelanggan akhir, dimana pemilik (franchisor) memberikan hak kepada
individu atau perusahaanuntuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama,
sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
jangka waktu tertentu meliputi area tertentu
Bisnis
waralaba atau franchise adalah salah satu cara memasuki dunia usaha
yang sangat popular di dunia, karenamengingat produk ataujasa franchise
adalah mayoritas produk atau jasa yang global dan mempunyai kualitas
yang tinggi. Produk atau jasa waralaba asing yang telah mendunia adalah :
Mc.Donald, KFC, Pizza Hut. Sedangkan waralaba lokal yang telah sukses
antara lain : Es Teller 77, Alfa, Makro, Rudi Hadisuwarno, Yopie, Johnny
Andrean. Seiring dengan berkembangnya bisnis waralaba, di Indonesia
bisnis ini tumbuh dan berkembang dengan pesat. Mulai era 90-an sampai
saat ini bisnis waralaba telah mencakup mulai dari produk makanan,
minuman, resto, jasa seperti : salon kecantikan, ritel, foto copy, hotel
dan obat-obatan dan bimbingan belajar sudah menyebar di seluruh
Indonesia telah melakukan sistem waralaba dalam memasarkan produk atau
jasa ke konsumen.
Dalam
melakukan suatu kegiatan usaha kadangkala suatu badan usaha kurang
mampu menjalankannya sendiri tanpa mengadakan kerja sama dengan badan
usaha lainnya. Ada beberapa motifyang sering kali disebutkan sebagai
dasar kerja sama ini, yaitu mengatasi masalah pajak, persaingan,
kemajuan teknologi dan sebagainya.
Franchise
(waralaba) termasuk salah satu cara pengembangan usaha secara
internasional hal ini dikarenakan franchise (waralaba) ini sesungguhnya
mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan
menjalankan kegiatan usaha franchise hanya melalui tata cara, proses
serta suatu code of conductdan sistem yang telah ditentukan oleh
pengusaha pemberi waralaba.
Dalam
franchise ini, dapat dikatakan sebagai bagian dari kepatuhan mitra
usaha terhadap aturan main yang diberikan oleh pengusaha pemberi
waralaba, mitra usaha diberikan hak untuk memanfaatkan Hak atas Kekayaan
Intelektual dan sistem kegiatan operasional dari pengusaha pemberi
waralaba, baik dalam bentuk penggunaan merek dagang, merek jasa, hak
cipta atas logo, desain industri, paten berupa teknologi, maupun rahasia
dagang. Pengusaha pemberi waralaba selanjutnya memperoleh imbalan
royalty atas penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual dan sistem
kegiatan operasional mereka oleh penerima waralaba.
Waralaba
tak ubahnya pola bisnis maupun pola pemasaran yang melibatkan kerja
sama dua belah pihak. Hubungan dua belah pihak tersebut dibangun atas
dasar perjanjian. Dalam franchise, perjanjian kerja sama antara dua
belah pihak ini disebut dengan perjanjian franchise (franchise
agreement).
Perjanjian
franchise merupakan suatu pedoman hukum yang menggariskan tanggung
jawab dari pemberi waralaba atau yang sering disebut franchisordan
penerima waralaba atau yang sering disebut franchisee.Pada dasarnya
perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan antara kedua belah pihak dan
tentunya harus menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Perjanjian
waralaba memuat kumpulan persyaratan dan komitmen yang dibuat dan
dikehendaki oleh para pihak baik pihak Franchisor maupun pihak
franchisee. Perjanjian waralaba ini memuat ketentuan hak dan kewajiban
para pihak, antara lain hak territorial yang dimiliki franchisee,
persyaratan lokasi ,biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem
bisnis tersebut yang wajib dibayarkan oleh pihak franchissee kepada
pihak franchisor, jangka waktu perjanjian waralaba dan ketentuan lain
yang mengatur hubungan antara pihak franchisor dan franchisee.
Hal-hal
yang diatur oleh hukum merupakan suatu das sollen yang berarti apa yang
seharusnya,sehingga dalam suatu perjanjian waralaba das sollen ini
berarti apa yang harus ditaati oleh para pihak baik franchisor maupun
franchise,sehingga perjanjianitu dapat berjalan tanpa adanya masalah,
tetapi pada kenyataannya / das sein sering terjadi
penyimpangan-penyimpangan, dan penyimpangan – penyimpangan ini
menimbulkan wanprestasi.
Dalam
pelaksanaan perjanjian franchise atau waralaba akan ada kemungkinan
terjadi wanprestasi. Wanprestasiini terjadi jika salah satu pihak tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera dalam perjanjian waralaba.
Jika karena adanya wanprestasi tersebutmenyebabkan kerugian di pihak
lain maka pihak yang dirugikan tersebut dapat menuntut kepada pihak yang
melakukan wanprestasi untuk memenuhi prestasinya.
Dalam
perjanjian waralaba wanprestasi dapat dilakukan oleh pihak Franchisee
atau penerima waralaba maupun pihak franchisor atau pemberi waralaba.
Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisor antara lain : tidak
melakukan pembinaan manegement kepada pihak franchisee, sedangkan
wanprestasi dari pihak franchisee dapat berupa tidak membayar fee,
melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
perjanjian waralaba.Semua wanprestasi ini dapat terjadi dalam semua
perjanjian waralaba, termasuk pula dalam waralaba Primagama.
Istilah
waralaba itu sendiri berarti usaha yang memberikan laba lebih/istimewa
(privillege) dari pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba
(franchisee) dengan sejumlah kewajiban atas pembayaran-pembayaran.
Kita
dapat menyimak pengertian kerjasama waralaba pada PP No.16 tahun 1997
tentang Waralaba. Waralaba disebutkan sebagai perikatan dimana salah
satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang
dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau
penjualan barang dan atau jasa.
Ada
dua pihak dalam kerjasama franchise. Pertama, Franchisor
(pemilik/pemegang hak merk/intelektual tertentu). Umumnya merek barang
atau jasa yang dimiliki Franchisor adalah barang atau jasa yang telah
dikenal dan dibutuhkan oleh masyarakat luas. Selain itu, sistem
manajemennya juga harus kuat.
Kedua,
Franchisee (investor) yaitu pihak yang akan merek dan sistem manajemen
Franchisor untuk dipakai dalam bisnisnya. Untuk menjadi Franchisee dia
harus membayar sejumlah nilai (Franchise Fee) kepada Franchisor.
Semua
kesepakatan antara Franchisee dengan Franchisor kemudian dituangkan
dalam Franchise Agreement. Franchise Agreement adalah dasar kerjasama
kedua belah pihak. Franchise Agreement yang baik harus memberi win-win
solution kepada kedua belah pihak.
Syarat sahnya Prjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.
Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para
pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia
sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini
harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga
dan tidak ada gangguan.
2. mempunyai wewenang untuk membuat
perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang
sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.
Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian.
Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika
terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu
perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit
ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan
antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut
Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang
oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban.
Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau
dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Wanprestasi
kata
“Wanprestasi” berasal dari Bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk,
dan pengertian dari Wanprestasi itu sendiri adalah tidak memenuhi atau
lalai melaksanakan kewajiban (bukan karena suatu keadaan yang memaksa)
sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara Kreditur
dengan Debitur.
Dalam
KUHPerdata, Wanprestasi diatur didalam Pasal 1238. yaitu ; Debitur
dinyatakan lalai dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu atau
dengan berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan Debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya
waktu yang ditentukan. (Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak
tiga kali oleh Kreditur atau Juru sita. Apabila somasi itu tidak
diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan
& pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi
atau tidak.)
yang
dimaksud dengan Debitur ialah Orang yang mempunyai Utang karena
perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka
pengadilan. Sedangkan yang dimaksud dengan kreditur ialah Orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat
ditagih didepan pengadilan.
Macam-macam bentuk keadaan Wanprestasi ;
a) Tidak terpenuhinya prestasi sama sekali.
b) Ada prestasi, tetapi tidak sesuai dengan harapan.
c) Memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya (Terlambat) dari waktu yang telah dijanjikan.
d) Melakukan sesuatu yang menurut perikatan/perjanjian tidak boleh dilakukan, demi tercapainya suatu prestasi.
Berakhirnya Perjanjian
Dua
syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut
syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan.
Pada
dasarnya setiap perikatan, termasuk perjanjian memiliki jangka waktu
berlakunya, dan akan berakhir dengan sendirinya dengan habisnya jangka
waktu yang diatur dalam perjanjian tersebut, kecuali jika diperpanjang
atau diperbaharui oleh para pihak (time constraint). Hal lain yang juga
perlu mendapat perhatian adalah masalah pengakhiran lebih awal. Dalam
hal ini perlu diatur secara pasti dan jelas apa-apa sajayang merupakan
dan menjadi dasar pembenaran pengakhiran lebih awal.
Di
Indonesia perlu diperhatikan ketentuan yang diatur dalam pasal 1266
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang hingga saat ini belum jelas
statusnya, apakah dapat disimpangi atau tidak oleh para pihak, serta
seberapa jauh mengikatnya bagi para pihak. Menurut ketentuan pasal 1266
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian hanya dapat
dibatalkan atau diakhiri sebelum jangka waktunya jika keputusan mengenai
pembatalan atau pengakhiran tersebut telah dijatuhkan oleh hakim
pengadilan negeri.
Suatu
perjanjian selain memiliki jangka waktu berlakunya, pada dasarnya juga
dapat batal atau dibatalkan. Berdasarkan pada alasan kebatalannya,
kebatalan dapat dibedakan dalam perjanjian yang dapat dibatalkan dan
perjanjian yang batal demi hukum.
kebatalan dibedakan dalam kebatalan relatif dan kebatalan mutlak
a) Kebatalan Relatif
Suatu kebatalan disebut relatif, jikakebatalan tersebut hanya berlaku terhadap individu orang perorangan tertentu saja.
b) Kebatalan Mutlak
Suatu kebatalan disebut dengan mutlak, jika kebatalan tersebut berlaku umum terhadap seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali.
Disamping
pemberlakuan nulitas atau kebatalan yang relatif dan mutlak, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata juga mengatur ketentuan mengenai
pengecualian pemberlakuan nulitas, seperti yang diatur dalam pasal 1341
ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang melindungi hak-hak
pihak ketiga yang telah diperolehnya dengan itikad baikatas segala
kebendaan yang menjadi pokok perjanjian yang batal tersebut. Perjanjian
waralaba yang dibatalkan dapat membawa akibat nulitas yang relatif dan
mutlak secara bersama-sama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Franchise
merupakan salah satu sistem pengembangan bisnis yang sedang berkembang
saat ini. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita
mengembangkan bisnis dengan cara Franchise ini, salah satunya adalah
bisnis dapat berkembang dengan cepatdan besar tanpa mengeluarkan banyak
modal, karena tiap-tiap outlet yang ada memanfaatkan sumber daya
finansialnya sendiri.
Bisnis
Franchise ini berkembang pesat di Indonesia tahun 1990-an sampai
sekarang dan sudah banyak jenis usaha yang di-franchise-kan mulai dari
bisnis kuliner sampai pada bisnis bimbingan belajar. Salah satu
bimbingan belajar yang dalam pengembangan outletnya menerapkan system
franchise adalah Primagama. Primagama merupakan salah satu franchise
yang bergerak di bidang jasa bimbingan belajar.
Di
Indonesia Franchise ini dikenal dengan sebutan Waralaba. Dengan semakin
berkembangnya bisnis ini di Indonesia, maka Pemerintah perlu mengatur
Franchise ini dalam suatu bentuk peraturan yaitu Peraturan Pemerintah RI
No. 16 Tahun 1997 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah No.
42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
DAFTAR PUSTAKA
- Wikipedia Indonesia, tentang arti Waralaba
- Naili, Farida,Upaya Mencetak Laba Melalui Perjanjian Bisnis Waralaba, (Majalah Masalah-Masalah Huku)
- Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,
- Richard, Burton, Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996),